oleh

Permendagri 60 Tidak Direvisi, Satu Desa Siap Dipenjara

PASANGKAYU, Sulawesi Terkini – Pasca terbitnya Permendagri Nomor 60 tahun 2018, tentang tapal batas wilayah Provinsi Sulbar dan Provinsi Sulteng. Warga Desa Pakawa, Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu mulai resah.

Saat ini situasi di perbatasan kurang kondusif karena sudah ada saling ejek antara masyarakat Pakawa dengan masyarakat Ngovi, Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala, Sulteng. Apabila hal ini tidak diperhatikan, bisa menjadi BOM waktu timbulnya konflik antar warga.

Menurut salah seorang Tokoh Masyarakat, desa Pakawa, Aso, mengatakan, ada rumah warga yang sebahagian badan rumah masuk wilayah Kabupaten Donggala dan sebagiannya masuk wilayah Kabupaten Pasangkayu. Bahkan rumahnya sendiri satu meter terasnya masuk wilayah Donggala.

“Kami warga desa Pakawa telah sepakat tidak mau masuk wilayah Donggala. Tapi faktanya, sebagian badan rumah kami masuk wilayah Donggala. Selain itu, Kades Ngovi Kecamatan Rio Pakava, saat ini sudah dilarang untuk melintasi jalan yang ada di Desa Pakawa, karena adanya saling ejek antar masyarakat, ” tutur Aso.

“Kalau teras kami diganggu dan dirobohkan tetangga tentu sebagai Kepala Rumah Tangga, kami berperasaan. Tapi kalau Pemerintah Pasangkayu tidak berperasaan itu tidak apa-apa, tapi kami warga Pakawa berperasaan dan nyawa kami siap dipertaruhkan,” tegas Aso.

Hal tersebut, diutarakan Aso dihadapan ketua DPRD Pasangkayu, Lukman Said, Asisten I Pemprov Sulbar, Muh. Natsir, ketua DPRD Sulbar, Ketua DPRD Sulteng, Komisioner KPU Pasangkayu dan Donggala, Bawaslu Pasangkayu dan Donggala, Ketua Bawaslu Sulbar, Ketua Bawaslu Sulteng, Pimpinan OPD Kabupaten Pasangkayu dan Donggala, serta unsur Muspida dari kedua Provinsi dan Kabupaten, saat tatap muka dengan ratusan warga Pakawa, yang bertempat di Bantaya (Tempat Musyawarah warga suku Bunggu), sekaligus meninjau Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang telah dipindahkan, Kamis (17/01/19).

Mewakili aspirasi masyarakat desa Pakawa, Aso mendesak Pemerintah segera merevisi Permendagri nomor 60 tahun 2018 sebelum masuk masa Pemilihan Umum 17 April mendatang. Jika hal tersebut tidak juga tuntas, maka mereka tidak akan gunakan hak suaranya alias Golput.

“Jika keputusan kami dianggap Pidana, kami siap dipenjara dan mempersilahkan pihak hukum mengambil kami satu desa ini. Kami tidak mau diinjak-injak oleh Mendagri dengan mengambil kami punya teras setelah itu dininabobokan dengan bantuan beras Raskin, kami tegaskan kami tidak mau seperti itu” lanjut Aso.

“Kalau memang Pemerintah Pasangkayu tidak menginginkan kami sebagai masyarakatnya, kami siap kembali menjadi warga Kabupaten Mamuju, yang penting kami tidak masuk wilayah dan menjadi warga Kabupaten Donggala. Sebab, bangunan yang ada sampai sekarang masih bangunan yang didirikan oleh Pemerintah Mamuju, waktu pak Babari masih menjadi Bupati, ” tegas Aso. (Er-As/ST)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *